Thursday, March 31, 2016

PERGUB NO 7 TAHUN 2016 - PTSP

PERATURAN GUBERNUR

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 57 TAHUN 2014
TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12
TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU


Berikut ini adalah daftar Perizinan yang mengalami perubahan dari Pergub No 57 Tahun 2014 dalam kewenangan PTSP:



Berikut ini adalah link download peraturan lengkapnya:

Wednesday, March 30, 2016

PERGUB NO 92 TAHUN 2014 - SISTEM PIPA TEGAK

PERATURAN GUBERNURPROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 92 TAHUN 2014TENTANGPERSYARATAN TEKNIS DAN TATA CARA PEMASANGAN SISTEM PIPA TEGAKDAN SLANG KEBAKARAN SERTA HIDRAN HALAMAN

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lain.
  5. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Kepala Dinas adalah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dalam' bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lain.
  6. Sistem Pipa Tegak adalah suatu susunan perpipaan, katup, sambungan slang dan peralatan terkait yang diperlukan dipasang dalam suatu gedung, dengan sambungan slang ditempatkan sesuai standar sehingga air dapat dikeluarkan melalui slang dan nosel dalam pola pancaran (stream) atau pola sebaran· (spray), semata­-mata dengan maksud memadamkan kebakaran dan dengan demikian melindungi gedung atau struktur danisinya, selain melindungi penghuni gedung.
  7. Slang Kebakaran adalah slang gulung yang dilengkapi dengan mulut pemancar (nosel) untuk mengalirkan air bertekanan.
  8. Hidran Halaman adalah suatu fasilitas di luar gedung yang dilengkapi katup untuk menyambungkanslang ke Satu sistem penyediaan air.
  9. Sistem Kombinasi adalah suatu Sistem Pipa Tegak yang menyediakan air sekaligus untuk sambungan slang dan sprinkler otomatik dari 1 (satu) pompa dengan masing-masing pipa tegak (riser).
  10. Standar adalah Standar Nasional Indonesia yang terkait dengan ketentuan teknis Sistem Pipa Tegak dan Slang Kebakaran serta Hidran Halaman yang masih berlaku.
  11. Pipa Tegak (Riser) adalah bagian dari Sistem Pipa Tegak yang mengalirkan air untuk sambungan slang, dan sprinkler pada Sistem Kombinasi, yang dalam posisi tegak (vertikal) dari satu lantai ke lantai berikutnya. Istilah "pipa tegak" dapat pula dimaksudkan untuk bagian mendatar (horizontal) dari sistem pipa yang mengalirkan air kepada dua atau lebih sambungan slang dan sprinkler pada Sistem Kombinasi, pada satu ketinggian yang sama.
  12. Sambungan Slang (Landing Valve) adalah suatu kombin·asi peralatan yang disediakan untuk menyambungkan sebuah slang ke Sistem Pipa Tegak yang meliputi katup untuk slang dan keluaran dengan jenis dan ukuran yang sama dengan yang digunakan oleh Dinas.
  13. Sistem Pipa Tegak Basah adalah Sistem Pipa Tegak Basah Otomatik yang disambungkan ke penyediaan air yang mampu memasukkan seluruh kebutuhan air sistem tersebut setiap saat dan yang tidak membutuhkan tindakan apapun selain membuka sebuah katup slang untuk menyediakan air pada sebuah sambungan slang.
  14. Sistem Pipa Tegak Kering adalah Sistem Pipa Tegak Kering Non­ Otomatik (Manual) yang dalam keadaan biasa tidak berisi air dan hanya akan berisi air hertekanan cukup yang disediakan oleh mobil pompa pemadam kebakaran pada saat yang diperlukan.
  15. Bangunan Gedung Bertingkat Rendah adalah bangunan yang mempunyai ketinggian dari permukaan/level akses kendaraan pemadam sampai dengan ketinggian paling tinggi 12 m (dua belas meter) atau paling tinggi 4 (empat) lantai.
  16. Bangunan Gedung Bertingkat Sedang adalah bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari 12 m (dua belas meter) dari permukaan/level akses kendaraan pemadam sampai dengan ketinggian 24 m (dua puluh empat meter) atau paling tinggi 8 (delapan) lantai.
  17. Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi adalah bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari 24 m (dua puluh empat meter) dari permukaan/level akses kendaraan pemadam sampai dengan ketinggian 120 m (seratus dua puluh meter) atau paling tinggi 40 (empat puluh) lantai.
  18. Zona Sistem Pipa Tegak adalah suatu pembag;an vertikal suatu sistem pipa tegak yang dibatasi atau ditentukan oleh batasan tekanan (pressure limitations) dari komponen Sistem Pipa Tegak tersebut.
  19. Pipa Utama (Header) adalah bagian dari pipa tegak yang menjadi penyalur utama air kepada satu atau lebih pipa tegak.
  20. Pipa Cabang adalah suatu sistem pipa, pada umumnya berada pada suatu bidang mendatar (horizontal), yang menghubungkan tidak lebih dari satu sambungan slang (hose connection) dengan suatu pipa tegak.
  21. Katup Kendali adalah suatu katup yang mengendalikan aliran air ke sistem proteksi kebakaran berbasis air. Katup-katup kendali tidak termasuk katup slang, katup uji untuk pemeriksa, katup pengering, katup penyesuai (trim valves) untuk pipa tegak kering, katup pra-aksi (preaction) dan katup untuk sprinkler serentak (deluge), katup satu arah, atau katup pelepas tekanan.
  22. Hidran Gedung adalah suatu fasilitas dalam bangunan gedung berupa kotak yang memiliki rak slang (hose rack), slang, nosel dan sambungan slang berukuran 65 mm (enam puluh lima milimeter) dan/atau (dua setengah inchi) dan/atau 40 mm (empat puluh milimeter) dan/atau (satu setengah inchi).
  23. Rak Slang adalah suatu kotak rak (hose rack) yang digunakan untuk menyimpan peralatan pemadaman kebakaran seperti slang, penggantung slang, nosel dan sambungan slang berukuran 40 mm (empat puluh milimeter) dan/atau (satu setengah inchi).
  24. Sambungan Pemadam Kebakaran (Siamesse Connection) adalah suatu sambungan untuk Dinas yang digunakan untuk memompakan air ke dalam Sistem Sprinkler, Sistem Pipa Tegak atau sistem lainnya yang menyediakan air untuk memadamkan kebakaran, untuk menambah (supplement) sistem penyediaan air yang sudah terpasang.
  25. Kebutuhan Air System Demand adalah besarnya laju aliran air dan tekanan sisa yang dibutuhkan dari suatu penyediaan air, diukur pada titik sambungan dari penyediaan air kepada suatu Sistem Pipa Tegak, untuk mengalirkan seluruh laju aliran air dan tekanan sisa minimum yang disyaratkan untuk suatu Sistem Pipa Tegak pada slang yang secara hidrolik paling jauh dan laju aliran air minimum untuk sambungan sprinkler pada Sistem Kombinasi.
  26. Penyediaan Air adaiah reservoir berupa tangki air yang khusus digunakan untuk memasok Sistem Pipa Tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman.
  27. Alarm Aliran Air dan Pengawasan adalah alat yang dipasang pada Sistem Pipa Tegak yang berfungsi untuk mengawasi aliran air dalam sistem perpipaan.
  28. Tekanan Sisa untuk Sistem Pipa Tegak adalah tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem tersebut dalam keadaan air sedang dialirkan.
  29. Katup Slang adaiah katup untuk sambungan slang individual.
  30. Tekanan Statik untuk Sistem Pipa Tegak adalah tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem tersebut daiam keadaan air tidak dialirkan.
  31. Alat Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Device adalah suatu alat yang dirancang untuk mengurangi, mengatur (regulating), mengendalikan (controlling) atau membatasi tekanan air.
  32. Pompa Kebakaran adalah pompa dengan karakteristik khusus untuk pemadaman kebakaran sesuai standar.
  33. Pompa Utama adalah pompa kebakaran utama.
  34. Pompa Cadangan adalah pompa kebakaran cadangan
  35. Pompa Pacu adalah pompa yang berfungsi untuk mempertahankan tekanan yang diinginkan pada Sistem Pipa Tegak.
  36. Kopling adalah suatu alat penghubung slang kebakaran untuk menjamin kontinuitas aliran air dari sumber air ke titik pancar (delivery point).

Pasal 2

Tujuan Peraturan Gubernur ini sebagai petunjuk persyaratan teknis dan persyaratan minimum Sistem Pipa Tegak dan Slang Kebakaran serta Hidran Haiaman untuk menjamin perlindungan terhadap gedung dan penghuni dari bahaya kebakaran.

Pasal 3

Ruang lingkup dalam Peraturan Gubernur ini memuat persyaratan minimai yang harus dilaksanakan pada perancangan, pemasangan dan pemeliharaan Sistem Pipa Tegak dan Slang Kebakaran serta Hidran Halaman pada seluruh bangunan gedung. Bila ada persyaratan yang tidak diatur dalam Peraturan Gubernur ini maka bangunan gedung wajib memakai peraturan yang lebih tinggi dari Peraturan Gubernur ini atau peraturan internasional.

Berikut ini adalah link untuk mendowload peraturannya secara lengkap:

PERDA NO 3 TAHUN 2012 - RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN DAERAH

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 3 TAHUN 2012TENTANGRETRIBUSI DAERAH

Bagian Keempat
Pengawasan dan Penertiban Bangunan
Paragraf 1
Jenis Pelayanan dan Kewajiban

Pasal 83

  1. Atas pelayanan pemberian lzin mendirikan bangunan oleh unit Pengawasan dan Penertiban Bangunan dipungut Retribusi dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
  2. Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB) dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
  3. Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan bangunan milik perwakilan ncgara asing berdasarkan asas timbal balik (resiprositas).

Paragraf 2
Subjek Retribusi

Pasal 84

  1. Subjek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1).
  2. Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah wajib retribusi.

Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 85

Tingkat penggunaan jasa pemberian Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) diukur dengan menggunakan indeks tingkat penggunaan jasa, luasan bangunan gedung dan jumlah atau volume prasarana bangunan gedung.

Paragraf 4
Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif

Pasal 86

Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya kegiatan dalam rangka pengendalian dan pengawasan atas penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pengidentifikasian, pemeriksaan dan
penatausahaan.

Pasal 87

Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) untuk Izin Mendirikan Bangunan tercantum dalam Lampiran III.D Peraturan Daerah ini.

Berikut ini adalah Lampiran III Bagian D.

D. TARIF RETRIBUSI PELAYANAN PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN

Tarif Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
a. Bangunan gedung

Retribusi pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung (RPP) diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi dan pelestarian/ pemugaran dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. RPP untuk bangunan gedung ditentukan berdasarkan perkalian antara luas bangunan (L) dengan indeks terintegrasi (It) dan tarif/harga satuan retribusi bangunan gedung (HSbg) atau dengan rumus: RPP = L x It x HSbg
  2. Untuk obyek bangunan gedung dengan jenis kegiatan yang tidak dapat atau sulit dihitung mengunakan rumus sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a), RPP ditentukan sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari biaya pelaksanaan berdasarkan nilai perhitungan reneana anggaran biaya atau kontrak.
  3. Indeks terintegrasi (It) ditentukan berdasarkan hasil perkalian indeks kegiatan (Ikg), indeks fungsi (If), indeks kIasifIkasi (Ik), indeks waktu penggunaan (Iw), dan indeks pengali tambahan (Ipt) atau dengan rumus: It = Ikg x Ifx Ik x Iw x Ipt
  4. Besarnya indeks kegiatan bangunan gedung (Ikg) ditentukan sebagai berikut:
  5. Besarnya indeks fungsi bangunan gedung (If) ditentukan sebagai berikut:
  6. Besarnya indeks klasifikasi bangunan gedung (Ik) ditentukan berdasarkan penjumlahan dari hasil perkalian indeks parameter klasifikasi (Ipk) dengan bobot klasifikasi (Bbt) dengan rumus : Ik = L (Ipk X Bbt)
  7. Besarnya bobot dan indeks parameter klasifikasi (Ipk) ditentukan sesuai Tabel I
  8. Besarnya indeks waktu penggunaan bangunan gedung (Iw) ditentukan sbagai berikut:        
  9. Penetapan indeks terintegrasi untuk beberapa unit bangunan gedung dengan perbedaan jumlah lantai/ketinggian dalam I (satu) kavling/persil ditetapkan untuk masing-masing unit atau blok massa bangunan gedung.
  10. Penetapan indeks terintegrasi untuk bangunan gedung yang memiliki jumlah lantai dalam 1 (satu) unit atau blok massa bangunan gedung yang mempunyai bagian-bagian sayap (wing) dengan perbedaan jumlah lantai/ketinggian, ditetapkan berdasarkan lantai tertinggi.
  11. Indeks pengali tambahan (Ipt) ditetapkan sebesar 1,00 kecuali untuk bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung yang berada atau terletak di bawah permukaan tanah (basement), di atas/bawah permukaan air, prasarana, dan sarana umum ditetapkan indeks pengali tambahan sebesar 1,30.
  12. Besarnya tarif/harga satuan retribusi Bangunan Gedung (HSbg) dinyatakan persatuan luas lantai bangunan bangunan gedung yang nilainya ditetapkan sarna untuk sernua jenis dan kategori bangunan gedung yaitu sebesar Rp 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) per meter persegi.
  13. RPP paling sedikit yang dikenakan terhadap pelayanan IMB ditetapkan sebesar Rp. 100.000.

b. Prasarana bangunan

  1. RPP prasarana bangunan gedung ditentukan berdasarkan perkalian antara volurne/besaran dari masing-rnasing prasarana bangunan M dengan Indeks kegiatan (Ikg) dan tarif/harga satuan retribusi prasarana bangunan gedung (HSpbg) atau dengan rumus: RPP = V x Ikg x HSpbg
  2. Untuk obyek prasarana bangunan gedung dengan jenis kegiatan yang tidak dapat dihitung rnenggunakan rumus sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a, RPP ditetapkan sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari biaya pelaksanaan berdasarkan nilai perhitungan rencana anggaran biaya atau kontrak.
  3. Besarnya indeks kegiatan prasarana bangunan (Ikg) gedung ditentukan sbg berikut:
  4. Indeks kegiatan prasarana bangunan gedung (Ikg) untuk rumah tinggal tunggal sederhana, rumah deret sederhana, bangunan gedung fungsi keagamaan, serta bangunan gedung kantor milik Negara ditetapkan sebesar Rp 0,00 (noI rupiah), kecuali bangunan gedung milik negara untuk pelayanan jasa umum, dan jasa usaha serta bangunan gedung untuk instalasi, dan laboratorium khusus.
  5. Besarnya tarif harga satuan retribusi prasarana bangunan gedung (HSpbg) dinyatakan persatuan volume prasarana yang nilainya ditetapkan sesuai dengan masing-masing jenis prasarana bangunan gedung sebagaimana tercantum dalam Tabel II.



Berikut ini adalah link untuk mendownload peraturannya secara lengkap:

Tuesday, March 29, 2016

PERGUB NO 27 TAHUN 2009 - RUMAH SUSUN SEDERHANA

PERATURAN GUBERNUR

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 27 TAHUN 2009

TENTANG

RUMAH SUSUN SEDERHANA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


  1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagalmana dlmaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  3. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adaiah Gubernur dan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Gubernur adaiah Kepala. Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup adaiah Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Kepala Dinas Tata Ruang adaiah Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  7. Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah adaiah Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD/UKPD adaiah Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  9. Rumah Susun adaiah Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam baglan-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapl dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
  10. Rumah Susun Sederhana yang selanjutnya disingkat Rusuna adaiah Rumah Susun yang diperuntukkan bagt masyarakat berpenghasilan menengah kebawah.
  11. Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disingkat Sarusun adaiah Unit Hunian Rumahv Susun yang dihubungkan dan mempunyai akses ke selasar/kpridor/lobt dan lantai lainnya dalam bangunan rumah susun, serta akses ke lingkungan dan jalan umum.
  12. Bagian bersama adaiah Bagian Rumah Susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
  13. Benda bersama adaiah Benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
  14. Tanah Bersama adaiah Sebidang Tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
  15. Masyarakat berpenghasilan menengah jlbawah dan berpenghasilan rendah adalah Kelompok sasaran keluarga/rumah tangga tenmasuk perorangan baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, belum memiliki satuan rumah susun sederhana, belum pemah menerima subsidi satuan rumah susun sederhana dengan berpenghasilan sampai dengan Rp 4.500.000,00 per bulan.
  16. Lokasi adalah Bidang/Lahan yang dikuasai instansi Pemerintah dan/atau swasta guna kepentingan penataan atau pengembangan kawasan/areal yang didalamnya terdapat aset milik Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan fasilitas kepentingan urrium. f
  17. Lingkungan adalah Bagian wilayah kota merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan tertentu dalam suatu pengembangan kota secara keseluruhan.
  18. Sifat Lingkungan adalah Sifat Suatu lingkungan ditinjau dari segi kependudukan, aktivitas ekonomi dan nilai tanah.
  19. Pola Sifat Lingkungan adalah Pengelompokan lokasi lingkungan-lingkungan yang sama sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola sesuai dengan rencana kota.
  20. Daerah Perencanaan adalah Bidang Tanah yang telah ditetapkan batas-batasnya menurut dan yang sesuai dengan rencana kota untuk peruntukan tertentu.
  21. Luas Daerah Perencanaan adalah Luas Lahan Bruto yang dikuasai dikurangi luas lahan untuk rencana jalan, saluran dan/atau luas lahan jenis peruntukan lain yang (sesuai ketentuan) tidak dapat digabung.
  22. Intensitas pemanfaatan lahan adalah Perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota untuk peruntukan tertentu.
  23. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah Angka perbandingan jumlah luas lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana kota.
  24. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah Angka prosentase berd'asarkan perbandingan jumlah luas lahan terbuka untuk penanaman tanantan dan/atau peresapan air terhadap luas daerah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana kota.
  25. Batasan Koefisien Dasar Hijau adalah Suatu nilaf hasil pengurangan antara luas Daerah Perencanaan dengan luas proyeksi tapak bangunan dan tapak besmen dibagl luas Daerah Perencanaan.
  26. Kepagjetan Bangunan adalah Besaran/nilai yang diatur dalam intensitas bangunan (KDB, KLB, Ketinggian Bangunan, KDH dan KTB).
  27. Kepadatan Penduduk adalah jumlah periduduk setiap hektar dihitung dari besaran yang ditetapkan pada lahan yang diusulkan.
  28. Kepadatan Penghuni adalah Jumlah penghuhi yang tinggal di dalam satuan unit rumah susun.
  29. Ruang Gerak Pribadl (Personal Space) adalah Ruang gerak bebas yang dibutuhkan di luar unit huhian.
  30. Prasarana dan Sarana Rumah Susun adalah Kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan rumah susun dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang antara lain berupa Jaringan jalan dan utilitas umum, Jaringan pemadam, kebakaran, tempat sampan, parkir, saluran drainase, tangki septlk, sumur resapan, rambu penuntun dan lampu penerangan luar.
  31. Utilitas Umum adalah Pelayanan yang diberikan oleh Kabupaten/Kota berupa penyarnbungan jaringan listrik, air minum, telepon dan gas.
  32. Lingkungan dengan KDB rendah adalah Lingkungan dengan tapak bangunan pada lantai dasar maksimal sebesar 20 % dari daerah perencanaan.
  33. Insentif dan/atau kemudahan perizinan adalah Pemberian dari Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada perusahaan pembangunan perumahan di bfdang rumah susun sederhana dalam bentuk antara lain penyediaan sarana, prasarana, pemberian bantuan teknis dan fasilitas, keringanan biaya dan kemudahan- dalam memperoleh izin pembangunan rumah susun sederhana.
  34. Peremajaan Lingkungan adalah Pola pengembangan kawasan dengan tujuan mengadakan pembongkaran menyeluruh dalam rangka pembaharuan struktur fisik dan fungsl.
  35. Pembangunan Baru adalah Pola pengembangan kawasan pada areal tanah yang masih kosong dan/atau belum pernah ditakukan pembangunan fisik.


BAB II
PENETAPAN LOKASI

Pasal 2


  1. Penetapan lokasi Rusuna dapat diusulkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, masyarakat maupun pengembang.
  2. Penetapan lokasi Rusuna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan prosedur serta ketentuan peraturan perundang-undangan.



Berikut ini adalah link untuk mendownload peraturannya secara lengkap:

PERGUB NO 20 TAHUN 2013 - SUMUR RESAPAN

PERATURAN GUBERNURPROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 20 TAHUN 2013

TENTANG

SUMUR RESAPAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraluran Gubernur ini yang dimaksud dengan :
  1. Daerah adalah Previnsi Daerah Khusus Ibuketa Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerinlahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Previnsi Daerah Khusus Ibuketa Jakarta.
  4. Sekrelaris Daerah adalah Sekrelaris Daerah Previnsi Daerah Khusus Ibuketa Jakarta.
  5. Kela AdminislrasilKabupalen Administrasi adalah Kola Administrasi Kabupaten Adminislrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukola Jakarta.
  6. Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup adalah Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekrelaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibuketa Jakarta.
  7. WalikotalBupati adalah WalikotalBupati sebagai perangkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur.
  8. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat BPLHD adalah Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  9. Dinas Tata Ruang adalah Dinas Tata Ruang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  10. Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan adalah Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  11. Dinas Pekerjaan Umum adalah Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  12. Dinas Perindustrian dan Energi adalah Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  13. Dinas Kelautan dan Pertanian adalah Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  14. Dinas Pertamanan dan Pemakaman adalah Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  15. Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah adalah Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  16. Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup adalah Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  17. Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Kota Kabupaten adalah Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Kota/Kabupaten Administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  18. Dinas Teknis adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang memberikan pelayanan dan pengawasan kegiatan teknis yang berkaitan dengan pembuatan sumur resapan dan teknologi pengganti sumur resapan.
  19. Pembina Teknis/Pengawas Teknis adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah yang memberikan pelayanan kegiatan teknis yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi pembuatan sumur resapan dan teknologi pengganti sumur resapan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
  20. Badan Hukum adalah badan hukum yang meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan swasta, termasuk milik perorangan.
  21. Sumur Resapan adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung dan meresapkan air ke dalam tanah yang bersumber dari air hujan maupun air bekas wudhu, air condenser maupun air Iimbah lainnya yang telah dilakukan pengolahan sesuai dengan baku mutu air yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangundangan, yang dapat berbentuk sumur, kolam, saluran atau bidang resapan.
  22. Teknologi Lain Pengganti Sumur Resapan adalah bentuk teknologi yang mempunyai prinsip resapan air baik alami maupun rekayasa atau penampungan air.
  23. Tempat Penampungan Air adalah sistem penampungan buatan yang dapat meresapkan dan menampung air untuk dimanfaatkan kembali.
  24. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
  25. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
  26. Pemilik Bangunan atau Bangunan Gedung adalah orang, kelompok orang atau perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan atau bangunan gedung.
  27. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah batuan di bawah permukaan tanah.
  28. Muka Air Tanah adalah permukaan air tanah di dalam sumur dihitung dari muka tanah setempat.
  29. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup.
  30. Volume Sumur Resapan adalah volume tampungan sumur resapan yang merupakan bagian yang kosong sebelum diisi oleh air.
  31. Ketetapan Rencana Kota yang selanjutnya disingkat KRK adalah peta rencana pemanfaatan ruang pada lokasi tertentu dengan skala 1 : 1.000, yang menggambarkan informasi pemanfaatan ruang dan ketentuan teknis lainnya.
  32. Rencana Tata Letak Bangunan yang selanjutnya disingkat RTLB adalah peta rencana pemanfaatan ruang skala 1 : 1.000 yang menggambarkan posisi bangunan beserta fasilitasnya sesuai batasan rencana kota dalam 2 (dua) dimensi pada lokasi tertentu yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan KRK.
  33. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat 1MB adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas dan/atau mengurangi bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku. 
  34. Sertifikat Laik Fungsi yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN


Pasal 2

Maksud dan tujuan disusunnya Peraturan Gubernur ini adalah dalam rangka mengoptimalkan pembuatan sumur resapan di kalangan masyarakat dan Pemerintah yang bertujuan untuk menampung, menyimpan dan menambah cadangan air tanah serta dapat mengurangi Iimpasan air hujan ke saluran pembuangan dan badan air lainnya, sehingga dapat mengurangi timbulnya genangan dan banjir dan sekaligus dapat dimanfaatkan pada musim kemarau.

BAB III

KEWAJIBAN PEMBUATAN SUMUR RESAPAN

Pasal 3

(1) Kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum ditujukan kepada :
     a. setiap pemilik bangunan dan bangunan gedung yang menutup permukaan tanah; dan
     b. setiap pemohon dari pengguna air tanah.
(2) Selain kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap perorangan dan badan hukum yang akan membangun di atas lahan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) atau lebih diwajibkan menyiapkan 1% (satu persen) dar; lahan yang akan digunakan untuk bangunan kolam resapan di luar perhitungan sumur resapan.

Pasal4

Khusus bagi pemilik bangunan yang berfungsi sebagai rumah tinggal yang tidak mempunyai lahan untuk membuat sumur resapan, PemerintahDaerah memfasilitasi pembuatan sumur resapan secara komunal.

Berikut ini adalah link untuk mendownload peraturannya secara lengkap:

PERDA NO 7 TAHUN 2010 - BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 7 TAHUN 2010

TENTANG

BANGUNAN GEDUNG



Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan


  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
  3. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  4. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
  7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut sebagai Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
  8. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
  9. Fungsi bangunan gedung adalah bentuk kegiatan manusia dalam bangunan gedung, baik kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus.
  10. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.
  11. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
  12. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
  13. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan gedung dan lingkungannya tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
  14. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarananya.
  15. Izin Mendirikan Bangunan gedung yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, dan/atau mengurangi bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.
  16. Sertifikat Laik Fungsi yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan.
  17. Persetujuan rencana teknis bongkar adalah persetujuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemilik bangunan gedung atas perencana teknis untuk membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung.
  18. Izin Pelaku Teknis Bangunan yang selanjutnya disingkat IPTB adalah izin yang diberikan oleh Dinas kepada pelaku teknis bangunan gedung yang terdiri dari perencana, pengawas pelaksanaan, pemelihara, dan pengkaji teknis bangunan gedung.
  19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
  20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah penjabaran dari RTRW ke dalam rencana detail kawasan.
  21. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya serta disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
  22. Tim ahli bangunan gedung yang selanjutnya disingkat TABG adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara periodik dengan keputusan Gubernur.
  23. Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung.
  24. Pemohon adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang mengajukan permohonan IMB, SLF, Bukti kepemilikan bangunan gedung dan/atau Persetujuan rencana teknis bongkar bangunan gedung.
  25. Penyelenggara bangunan gedung adalah perencana, pelaksana, pengawas, pemelihara, pengkaji teknis, pengelola dan pemilik bangunan gedung.
  26. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/ elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
  27. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.
  28. Bangunan gedung hijau adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien dari sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai dekonstruksi.
  29. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah seorang atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi dalam kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung.
  30. Pengawas adalah seorang atau sekelompok ahli yang bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan pembangunan atas penunjukan pemilik bangunan gedung sesuai ketentuan membangun dan turut berperan aktif dalam mengamankan pelaksanaan tertib pembangunan, termasuk segi keamanan bangunan serta memiliki izin pelaku teknis bangunan.
  31. Pengkaji teknis bangunan gedung adalah seorang atau sekelompok ahli/badan yang bertugas mengkaji Laik Fungsi bangunan gedung dalam segala aspek teknisnya dan memiliki izin pelaku teknis bangunan dari pemerintah daerah.
  32. Divisi pemelihara bangunan adalah sekelompok ahli yang bertugas memelihara bangunan gedung atas penunjukan pemilik bangunan gedung sesuai ketentuan pemeliharaan bangunan gedung dan memiliki izin pelaku teknis bangunan.
  33. Bukti kepemilikan bangunan gedung adalah surat keterangan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemilik bangunan gedung sebagai bukti kepemilikan bangunan gedung yang telah selesai dibangun berdasarkan IMB dan telah memiliki SLF sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.
  34. Orang adalah perseorangan atau badan hukum.
  35. Pemilik bangunan gedung adalah orang, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai Pemilik bangunan gedung.
  36. Pengelola bangunan gedung adalah seorang atau sekelompok orang ahli/badan yang bertugas mengelola penggunaan bangunan gedung agar dapat digunakan secara efektif dan efisien.
  37. Pengguna bangunan gedung adalah Pemilik bangunan gedung dan/atau bukan Pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan Pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
  38. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan ketentuan perundang-undangan bidang bangunan gedung dalam upaya penegakan hukum.
  39. Sumur resapan air hujan adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan akibat dari adanya penutupan permukaan tanah oleh bangunan gedung dan prasarananya, yang disalurkan melalui atap, pipa talang maupun saluran, dapat berbentuk sumur, kolam dengan resapan, saluran porous dan sejenisnya.
  40. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
  41. Dinas adalah Dinas yang bertanggungjawab di bidang pengawasan dan penertiban bangunan gedung.
  42. Petugas adalah pegawai Dinas yang bertanggungjawab untuk melayani, menata, mengarahkan, mengawasi, dan menertibkan kegiatan fisik dan administrasi pada tahap persiapan, pelaksanaan, dan/atau pemanfaatan bangunan gedung.
  43. Panduan rancang kota (Urban Design Guide Lines/UDGL) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.



Bagian Kedua

Azas

Pasal 2

Penyelenggaraan bangunan gedung harus dilaksanakan berdasarkan azas:
a. kemanfaatan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keseimbangan; dan
e. keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.

Bagian Ketiga

Tujuan

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung bertujuan untuk:
a. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan
c. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. ketentuan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung;
b. persyaratan teknis bangunan gedung;
c. penyelenggaraan bangunan gedung;
d. Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG);
e. penyedia jasa konstruksi;
f. retribusi;
g. peran serta masyarakat;
h. pembinaan; dan
i. sanksi.

Pasal 5

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung merupakan satu kesatuan sistem yang meliputi kegiatan:
a. pembangunan;
b. pemanfaatan;
c. pelestarian; dan
d. pembongkaran bangunan gedung.
(2) Penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan melalui :
a. IMB;
b. SLF;
c. bukti kepemilikan bangunan gedung; dan
d. persetujuan rencana teknis bongkar bangunan gedung.




Berikut ini adalah link untuk mendownload peraturannya secara lengkap: